Rabu, 23 Juni 2021

Hilang.

Sepekan sudah, aku pikir waktu akan cepat berlalu. Ku lewati waktu demi waktu dengan segelintir kegiatan yang lama kelamaan menjadi membosankan. Tiap perputaran jarum dari angka 12 hingga ke 12 lagi selalu saja kembali menatap layar ponsel sembari mengatakan dalam hati "Pasti ada. Pasti ada pesan yang masuk" yang nyatanya belum ada notifikasi bertuliskan namamu. Ku yakinkan lagi pikiran ini dengan sejumlah kata positif "mungkin dia sibuk, mungkin lagi ada sesuatu yang harus dia kerjakan" Tapi kalian pasti tahu, bahwa itu tidak akan memberikan sebuah ketenangan, melainkan hanya kalimat yang coba diyakini dalam hati yang sebenarnya lagi pikiranku tidak bisa mempercayai hal itu. Semakin mencoba tegar, semakin sesak pula yang dirasa. Semakin mencoba agar tidak memikirkanmu, semakin dalam pula aku merindukanmu.

Selasa, 14 April 2020

Kau Tahu Apa Perihal Rasa Luka ini?

Kau tahu apa perihal rasa luka ini?
Kau hanya bisa menggoreskan lalu bertindak seakan kau lah yang tergores disini.
Semua kau lempar kepadaku. Kesalahan, rasa sakit, penyesalan, dan juga sepi.
Kau tak sadar, goresan itu lagi-lagi tepat berada dititik luka yang sebelumnya hampir mengering.
Kau cabik lagi! Kau koyak lagi! seolah memberi tanda bahwa luka ini dilarang mengering.
Kau biarkan aku terlarut dalam nestapa saat sepi tanpa ragu menghapus ramaiku yang mulai perlina.
Kenangan yang dulu mulai usang dan segera hilang, kini kembali dalam wujud baru.
Wujud yang lebih kuat, hingga logikaku benar-benar lumpuh.
Jika disini aku yang bersalah, lantas mengapa aku juga yang merasakan luka?
Sedang kau? Terus saja melontarkan kata-kata yang tak sedap didengar, dengan nada-nada yang menyayat hati. Seolah kau saja yang punya hati, dan aku tidak.
Ku akui, ini memang salahku. Yang terlalu bebal dan sengaja abai dengan logika.
Salahku juga yang terlalu merasa nyaman dalam dekapmu yang kian lama kian menusuk.
Menikam aku yang sudah tak berdaya, membunuh realita yang harusnya aku terima.

Sabtu, 07 Maret 2020

Aku hanya bintang yang redup.

hai angkasa, malam kita terasa begitu singkat. fajar sudah kembali ke ufuk timur, dan embun didedaunan itu mulai mengering.  dan memisahkan kita.
sulit rasanya bersembunyi dibalik awan yang mulai kebiruan yang merasa tegar dengan kecerahannya, namun tak lama awan itu tak mampu membendungnya lagi, warna biru itu kini berubah jadi kelabu, membuat genangan dimana mana. aku hanyalah bintang yang redup, yang kian hari cahayanya semakin samar-samar. yang hanya bisa menunggu cahaya fajar meredup saat lembayung senja mulai menggantikannya dengan malam yang gelap.  dan mempertemukan kita kembali.
namun dengarlah wahai angkasaku...
jika kehadiran ku hanya membuat dirimu tak indah, maka biarkan aku lenyap ditelan awan yang mulai kelabu itu. biarkan cahayaku yang redup menjadi samar serta perlahan menghilang. jangan menatapku dengan nanar, apalagi iba. karena kau pantas dapat rembulan atau bintang lainnya yang membuat dirimu lebih bersinar.

Sabtu, 01 Februari 2020

Bulan Kesedihan.

01 Februari 2020

Semua beranjak melakukan aktivitas masing-masing.
Ada yang kuliah, ada yang kerja, ada yang nikah, dan ada yang sedang meratapi nasib dikesendirian.
Semua pada jalurnya masing-masing juga. Ada yang baru saja pulang dari merantau di kota orang, Ada juga yang ingin pergi merajut asa di kota orang. Dan yang tersisa hanya puing-puing yang mulai berkarat dimakan nasib dan pahitnya kehidupan.

Memang ini bulan yang menyedihkan.

Minggu, 26 Januari 2020

Kau Penyebab Kepura-puraanku

Entah mengapa hari-hari terasa berat,
Cinta yang ku anggap udara bahkan membuat nafasku semakin tercekat.
Cinta yang ku anggap cahaya terang bahkan membuat malamku semakin gelap dan temaram.
Pijar berkilat dibola matanya yang perlahan tapi pasti menepikan kabut sepi sebuah hati, kini hanya menjadi sinar yang menyilaukan dan membutakan mata hatiku.

Jujur, sangat sulit melepas yang ada digenggaman dan menghanyutkannya bersama malam yang makin larut dan dingin.

Aku tak akan menjelaskan tentang rasa kesepian dan hal-hal yang sulit kamu mengerti.
Aku tak akan berkata rindu sebab kau akan menutup telinga dengan jemarimu rapat-rapat.

Ini aneh! Bagaimana bisa saat membuka matapun yang ku lihat hanya bayang-bayangmu?
Yang ku ingat hanya senyummu? yang ku impikan hanya jemarimu disetiap celah jemariku?

Terlalu sulit mengganti luka lama menjadi senyum bahagia. Jika mengingatmu saja tak pernah bisa membendung air mata.
Jika melihatmu dari jauh saja dadaku masih berdegup kencang.

Rangkulanmu yang begitu hangat selalu terlintas dikala malam saat insomnia menyerang dan mengurangi jam tidurku.
Senyummu yang lugu tapi manis itu masih bisa membuatku tertawa tanpa suara.

Jadi, bagaimana? Bisakah kau jelaskan fenomena macam apa ini? sehingga semua hal ku jalani dengan pura-pura. Entah senyum, entah bahagia, entah juga perasaan untukmu yang sudah ku buang jauh jauh. iya, itu semua bohong! Kau tahu pasti itu. Lalu, apakah kau tahu bagaimana caranya mengubah kepura-puraan itu menjadi sebuah hal yang nyata dan dirasa?

Rabu, 01 Januari 2020

Angin dan Aku.

31 Desember 2019
Akhir. namun terasa awal bagiku.
Kau serupa angin yang berhembus,
Menggelitik dedaunan ku hingga yang kering mulai berjatuhan menghempaskan diri, dan yang tersisa hanya hijau yang basah.
Segar, lebih hidup, dan lebih sehat dibanding sebelumnya. 
Senang sekali rasanya menjadi pohon di pesisir pantai.
Karena angin selalu dekat dengannya.

Senin, 23 Desember 2019

Rindu Kau Bayangan Semu

Aku lelah, setiap hari selalu begini. merindu dan merindu.
Saat pertemuan kembali datang, bukan saling membahagiakan, kita malah datang dengan sudut pandang yang berbeda.
Aku melihatmu sebagai sosok kamu yang selalu aku bayangkan dalam imajinasiku.
Kamu melihatku sebagai sosok manusia yang kehadirannya tak begitu penting, sehingga tak perlu dihiraukan.

Heran, mengapa aku bisa dengan mudahnya mencinta.
Jika saja dulu tak pernah ada rasa, mungkin sampai saat ini aku masih baik-baik saja.
Tapi tak apa, itu bukan sebuah penyesalan, itu hanya ungkapan kekesalan.
Jika ditanya apakah aku bahagia, jawabannya adalah iya!
Iya, aku bahagia!
Kenapa? Karena setidaknya dulu kau pernah menyayangiku, walaupun aku mencintaimu.

Kau memang tak nyata, tapi sangat terasa kehadirannya.
Hanya saja, aku tak tahu kau itu seperti apa.
Apakah seperti permen karet yang membuat genggamanku semakin merekat?
Atau, seperti duri yang membuat genggamanku semakin menyisakan luka?