Senin, 23 Desember 2019

Rindu Kau Bayangan Semu

Aku lelah, setiap hari selalu begini. merindu dan merindu.
Saat pertemuan kembali datang, bukan saling membahagiakan, kita malah datang dengan sudut pandang yang berbeda.
Aku melihatmu sebagai sosok kamu yang selalu aku bayangkan dalam imajinasiku.
Kamu melihatku sebagai sosok manusia yang kehadirannya tak begitu penting, sehingga tak perlu dihiraukan.

Heran, mengapa aku bisa dengan mudahnya mencinta.
Jika saja dulu tak pernah ada rasa, mungkin sampai saat ini aku masih baik-baik saja.
Tapi tak apa, itu bukan sebuah penyesalan, itu hanya ungkapan kekesalan.
Jika ditanya apakah aku bahagia, jawabannya adalah iya!
Iya, aku bahagia!
Kenapa? Karena setidaknya dulu kau pernah menyayangiku, walaupun aku mencintaimu.

Kau memang tak nyata, tapi sangat terasa kehadirannya.
Hanya saja, aku tak tahu kau itu seperti apa.
Apakah seperti permen karet yang membuat genggamanku semakin merekat?
Atau, seperti duri yang membuat genggamanku semakin menyisakan luka?

Jumat, 20 Desember 2019

Dari Angkasa Tuk Bintang yang Redup

Teruntuk kamu, Bintang yang Redup.

Tenggelam dan tersudutkan oleh cahaya rembulan.
Tersekat oleh gelapnya malam dan terhalang oleh dinding galaksi.
Wahai bintangku yang tak pernah luput dari pandangan,
Izinkan aku hanya memelukmu dalam bayang-bayang malam.
Merasakan kehangatan pelukmu walau dari pintu pembatas.

-Dari Angkasamu.

Dari Bintang yang Redup tuk Angkasa

Teruntuk kamu, Angkasaku.

Peluk aku dari belakang, lalu bisikkan lagi secercah kata.
Buat aku semakin tak ingin melepaskanmu.
Genggam aku, dan ajak aku menari di hamparan langitmu yang maha luas.
Benamkan aku dalam awanmu yang lembut bak sikapmu,
Terangi aku dengan bintang siriusmu,
Terbangkan aku sejauh saturnus agar aku tak bisa kembali,
Agar jiwaku melekat padamu wahai angkasaku.
Jadikan aku bagian darimu,
Sungguh aku bahagia angkasaku.

-Dari bintang yang redup.

Kamis, 19 Desember 2019

Ruang untuk Jiwa

Apakah ada ruang dimana bisa mengubah semilir duka berganti dengan gelak tawa?
Apakah ada tempat untuk merebahkan diri bersama nestapa dipenghujung air mata?
Iya, itu ada, namun semu, tak berupa.

Raga dan jiwa ini seolah tergeletak pada sudut yang terabaikan. nyaris usang dan berdebu. 
Ia tak sanggup beranjak serta meronta. 
Yang dibutuhkannya bukan hanya sekedar dekapan, 
Melainkan serupa Uluran tangan yang menggapai saat nyaris tenggelam. 

Dan ruang itu hadir menyudahi keterpurukan. 
Namun takdir memberinya banyak tanya
Apakah ini gemerlap cahaya atau hanya sekedar fatamorgana yang siap membelenggu dan memberi harap serta angan?

Mengapa tanda tanya itu tak kunjung berakhir menjadi titik?
Mengapa kata "bagaimana" tak pernah bisa menjadi karena?
Entahlah,
Biarkan saja seperti itu.
Sebab raga dan jiwa ini tak pernah siap menghadapi terpaan jawaban yang tak diinginkan.

Rindu Fajar saat Senja Datang

Malam ini terasa panjang! Terasa sangat melelahkan!
Angin malam tak hanya membawa dingin, namun tak lupa juga dengan rasa rindu.

Ku pikir semua baik-baik saja.
Ku pikir aku bisa melewatinya.
Namun, sesaat kesadaranku mulai hadir di tengah dinding optimis yang ku bangun bersama harapan.
Dan itu semua berhasil menghancurkannya berkeping-keping!

Aku seperti pohon di pesisir pantai,
Diam, tak dapat bergerak apalagi berlari!
Bertahan sendirian di tengah angin malam yang meniup senyap pori-pori.

Dingin dan sepi!
Aku kesepian!
Aku merindukan sang fajar!
Aku rindu oleh embun paginya yang menyejukkan.
Aku rindu cahaya siangnya yang menghangatkan.

Namun aku benci dengan sore!
Penuh dengan fatamorgana yang siap merenggut fajar lalu menggantinya dengan bulan sabit!
Yang dingin,
Gelap,
Dan juga senyap.

Jarak Ribuan Kilometer

Ku pandangi lagi foto yang sudah lama diam dilatar ponselku.
Aku tak pernah merasa bosan melihat foto itu.
Karena sejauh yang ku lihat, kau begitu bahagia di dekatku.

Sudah berapa lama? sudah berapa tahun kita terpisah oleh jarak ribuan kilometer?
Sudah berapa lama? kita tak duduk di tempat yang sama.
Sambil memandangi gemercik air yang disebabkan oleh hewan-hewan kecil penghuni danau.

Aku begitu rindu dengan suasana itu. Dan sekarang, jemariku juga tak bisa lagi menyentuh lekukan wajahmu.
Kita hanya mampu menatap langit-langit kamar secara terpisah.

Kau disana sedang apa? Hanya itu yang ada dipikiranku saat ini.
Sejauh ini aku masih bisa bertahan, entah mempertahankan apa.
Karena yang ku rasakan sekarang kau tak lagi nyata, selebihnya hanya bayang-bayang.

Apakah dalam jarak sejauh ini kita masih saling mendoakan? seperti saat kita dulu masih bedekatan?

Aku tak tahu apa saja yang kau lakukan disana,
Apakah matamu masih bisa terjaga oleh ratusan wanita yang sekarang bisa langsung bertatap wajah denganmu?
Apakah hatimu masih terlindung oleh puluhan wanita yang mencoba mendekatimu?

Yang bisa ku lakukan sekarang hanya melihatmu dalam bingkai foto yang ku pajang di dinding kamarku.
Dan menyelipkan namamu dalam doaku.

Tak ada yang bisa menjelaskan apa yang membuatku selalu ingin bertahan.
Apakah kau masih bisa menjelaskan? ku rasa kau tak mungkin bisa,
Karena kau saja mungkin tak pernah berniat untuk bertahan dalam jarak jarak sejauh ini.

Semoga saja! Semoga saja titik terang akan segera datang kepadaku dan memberi solusi terbaik dalam hubungan ini.